Kita dan Lebah

IMG_0720Lebah, sebagaimana yang kita tahu adalah serangga yang dapat menghasilkan madu. Ia pergi ke bunga-bunga yang ada di sekitarnya, kemudian kembali ke sarangnya, menransfer nektar, dan disimpanlah cikal bakal madu tersebut di rumahnya. tak jarang madu-madu itu kemudian di manfaatkan oleh makhluk lain.

Pada proses “pemungutan” nektar pun, dimana seolah lebah “egois” memikirkan diri sendiri, lebah ternyata, entah disengaja atau tidak, turut membantu proses reproduksi bunga-bunga yang ia hinggapi. Ia datang, membantu penyerbukan bunga yang ia hinggapi. Dan proses reproduksi terjadi. Bunga-bunga lain muncul di masa yang akan datang, dan lebah-lebah lain bisa memanfaatkannya.

Pada waktu yang semakin bertambah-tambah, manusia yang memang senang mengambil manfaat dari alam, memiliki ide untuk menernak lebah. Lebah-lebah dikumpulkan di satu lokasi yang terpusat, sehingga sarang, yang digunakan untuk menyimpan madu dapat terpantau. Dan madu yang dihasilkan oleh lebah, dapat dipanen oleh manusia dan kemudian dijadikan berbagai macam produk pangan, juga jenis obat-obatan.

Kalau sedikit berfikir lebih dalam, sedikit saja, tentu kita bisa memahami bahwa berbeda antara lebah yang diternak, dengan lebah yang tidak diternak, alami. Apa bedanya? Pada lebah alami, yang hidup dialam liar, mereka membuat madu untuk mengatasi kebutuhan pangan koloni mereka sendiri. Bebas, bergantung kapan habisnya persediaan madu pada koloninya. Sedangkan lebah yang diternak, ada unsur “pemaksaan”. Begitu sarangnya penuh madu, manusia memanen. Dan lebah “dipaksa” untuk terus memproduksi madu. Pada lebah yang diternak, seolah ada unsur “pemaksaan”. Tetapi keduanya tetap sama dalam satu hal : kebermanfaatan nya.

Baik lebah liar, pun dengan lebah yang diternak, keduanya sama bermanfaat bagi bebungaan yang ada di sekitarnya, membantu untuk terus bereproduksi, yang mana berarti juga menjaga keindahan alam. Dan, keduanya sama menghasilkan madu, yang manfaatnya bisa dirasakan bahkan spesies yang berlainan. Pun, keduanya sama dalam “etos” kerja. Baik dalam keadaan diternak atau liar, lebah-lebah hanya mau mengambil yang baik-baik, melakukan pekerjaan alaminya yang baik-baik. Tentu sulit mengatakan lebah peternakan nggak passion atau marah saat menjalankan pekerjaannya, sebab kita tidak bisa membuktikannya. Memang, peternak lebah sesekali mengalami antupan lebah. Tetapi kita tetap bisa menilai bahwa, lebah-lebah itu bekerja sesuai dengan sifat alaminya dan keahliannya. Kan tidak mungkin kita meminta lebah untuk memproduksi benang sutra?

Sekarang, bayangkan andai manusia, kita, seperti lebah-lebah itu. Bukan, bukan memiliki sayap atau memiliki sungut untuk menghisap nektar dari bunga-bunga di taman. Bukan itu. Tetapi pola hidup atau malah, prinsip hidupnya.

Mengambil prinsip lebah dapat diartikan dengan, bagaimana kita memaksimalkan diri di manapun kita berada, misal setelah lulus kuliah dan mengambil keputusan akan bekerja, S2, atau pun bisnis. Memaksimalkan diri berarti, menekuni jalan yang telah dipilih dengan serius, menjadi ahli dibidangnya, dan dalam konteks seorang muslim, menjadikan pilihan kita itu ladang ibadah yang khas, bersesuaian dengan kemampuan yang kita miliki. Sehingga, hasil menempa diri dengan serius di masing-masing jalan yang dipilih, dengan menjaga keberadaan Allah di hati, akan muncullah seorang ilmuwan, seorang professional, seorang pengusaha, yang mencurahkan kemampuannya untuk menjadi manfaat bagi banyak orang, bahkan berbeda spesies. Pun disaat berada di laboratorium penelitian, di dalam ruang-ruang rapat, di gedung-gedung pencakar langit, bagaimana kita memaksimalkan kehadiran kita dengan terus menebar manfaat. Itulah “serbuk sari” yang disebarkan, dan Itulah madu yang akan dihasilkan.

Sehingga, dari sekian banyak pilihan, yang menjadi pilihan sebagai pekerjaan hanyalah hal yang baik-baik. Prosesnya, komunikasinya, bagaimana memulai dan mengakhirinya, dan juga hasilnya. Yang diberikan kebaikan, yang didapatkan pun kebaikan. Yang ditebarkan ke keluarganya, tetangganya, seluruhnya kebaikan. Kan tidak ada lebah mengambil makanannya dari sampah? Kan bangkai adalah bagian lalat untuk hinggap?

Dengan ukuran, bahwa ditempat kita berkarya manfaat yang kita lakukan “sekedar” menggoyangkan benang sehingga serbuk sari beterbangan, sehingga tumbuhlah bunga-bunga di taman, hingga membuat orang banyak tersegarkan saat melihatnya, membuat banyak kumbang bahagia di sekelilingnya. Dan “di rumah”, di tempat kita bukan menjadi lebah peternak, kita memproduksi madu, yang manfaatnya jauh lebih beragam, dan penikmatnya jauh lebih luas.

Maka ambillah prinsip lebah, yang setiap gerak geriknya menebarkan manfaat, meskipun berada dalam kerangkeng peternak. Sesekali mengantup, sebagai bukti bahwa jiwa tetap merdeka.

Leave a comment