Positif vs Negatif

Agak berbicara tentang sudut pandang mungkin. Ya, sudut pandang. Belakangan ini saya banyak mendapat pencerahan mengenai hal itu. Khususnya dalam suatu masalah. Atau, ini lebih kepada sikap ya..? allahualam.

Percaya nggak percaya, cara seseorang memandang sesuatu itu ternyata memiliki banyak akibat, khususnya ya untuk dirinya sendiri. Kalau untuk orang lain, saya rasa itu tergantung bagaimana orang lain menyikapi. Sensitif, atau tidak sensitif. Nah, yang saya pahami di dunia ini memang tidak ada yang netral (dalam bersikap). Ada elektron, ada proton. Neutron..? siapapun yang ada di dekatnya, dia akan menjadi seperti itu. Hitam, putih. Abu-abu..? warna gamang lambang munafik. Benar, salah. Di antaranya..? syubhat, dan kita diperintahkan untuk meninggalkan hal yang syubhat.

Cara pandang kita juga mempengaruhi setiap keputusan yang kita ambil, bahkan mempengaruhi bagaimana kita berpendapat terhadap suatu masalah, sampai bagaimana kita menilai orang lain. Maka, pastikan cara pandang kita adalah cara pandang yang memang baik, benar dan tepat. Baik menurut siapa..? siapa lagi kalau bukan Allah..? kalau baik menurut manusia..? akhii.. ukhtii.. fir’aun pun mengatakan dirinya baik, sepakat..?

Izinkan saya menyampaikan sedikit saja apa yang saya tahu. Karenanya, izinkan saya lagi untuk membaginya menjadi dua poin, cara pandang negatif dan cara pandang positif.

ð  Negatif

Masuk pada poin pertama, Negatif. Cara pandang negatif akan lebih melihat nilai minus dari suatu masalah. Atau, kalau bahasa trainernya, ini isinya orang-orang pesimis. Saya agak kurang sepakat kalau orang yang bersudut pandang negatif itu pesimis, belum tentu. Kenapa..? karena bisa jadi semangat mereka semangat orang yang optimis, sayangnya, selalu bernegatif. Begitu.

Orang yang bercara pandang negatif melihat kecilnya kesalahan, di balik besarnya kemuliaan. Apapun cara orang lain berbuat kebaikan, di matanya selalu, ‘ah, itu nggak pas, karena bla bla bla..’ atau ketika ada yang berbuat baik ‘tapikan dulu dia pernah..’ . Yang lebih parah, jangan-jangan orang yang terlalu banyak alasan itu juga karena cara pandang mereka yang negatif. Allahualam. Selalu memandang, ‘ah, gw gak dapet apa-apa juga..’ dan lain-lain. Yang pasti hanyalah muak ketika bertemu orang seperti ini.

Contoh kisah : ketika ada seorang lelaki yang sudah membunuh 99 orang dan ia ingin bertaubat. Datanglah ia ke ahli ibadah, menyatakan niat tulusnya dan menceritakan apa yang telah diperbuatnya. Lalu kata si ‘abid lelaki ini takkan mungkin di terima taubatnya, karena telah terlalu banyak membunuh.

Dari sepenggal kisah tersebut, kita bisa dengan mudah memahami seorang yang bercara pandang negatif. Ya, benar. Ia akan melihat ‘besarnya’ kesalahan (membunuh 99orang) daripada ‘kecilnya’ kemuliaan (niat tulus ingin bertaubat). Apa akibatnya dalam kisah tersebut..? lelaki tadi membunuh si ‘abid, maka genaplah 100 orang jumlahnya korban yang ia bunuh. Begitulah ketika kita berpandang negatif, hampir pasti kita mendapatkan akibat yang negatif pula.

Dan dari kisah tadi kita dapat memahami seandainya seorang da’i adalah orang yang hanya berpandangan negatif setiap saat. Hancur sudah dunia persilatan. Ia bisa saja menjadi lebih ‘garang’ kepada saudaranya sendiri di banding dengan objek dakwah, terlebih ketika ia mengetahui aib saudaranya sesama da’i. Allah lah penolong, semoga kita terbebas dari sifat seperti itu.

ð  Positif

Lanjut pada poin kedua, yaitu cara pandang positif. Cara pandang ini akan berusaha mencari nilai positif dari setiap masalah yang ia hadapi. Bagaimana mencari makna, introspeksi diri. Bukan malah menyalahkan keadaan sebagai penyebab penderitaan yang sedang dialaminya. Menarik memang. Berat untuk selalu tersenyum, tapi dari situlah kebahagiaan.

Seseorang yang bercara pandang positif akan melihat sekecil apapun kemuliaan di balik besarnya keburukan. Seburuk apapun perilaku seseorang, ia mampu melihat ada nilai lebih dari diri orang tersebut, dan itu dapat ia manfaatkan sebagai ajakan ke arah nilai-nilai hidup yang lebih bermakna. Tentunya, orang seperti ini jarang mengeluh, mungkin hampir tidak pernah. Dan akan menyejukkan ketika kita berjumpa dengannya.

Contoh kisah : lanjutan kisah di poin satu. Lalu lelaki pembunuh tadi pergi menemui seorang ‘alim, menceritakan kisahnya, dan menyatakan ingin bertaubat. Kaget bukan kepalang itu kepastian, apalagi ketika kita sendiri yang didatangi oleh orang seperti lelaki pembunuh itu. Dengan kecerdasannya, si alim memandang ‘kecilnya’ kemuliaan si pembunuh (ingin bertaubat) yang jika di poles sedikit saja, akan menjadi kebaikan yang sangat besar. Si alim mungkin terkejut dengan ‘kejelekan’ si pembunuh yang telah membunuh 100orang, namun ia mengesampingkan itu, dan mengatakan bahwa si pembunuh itu psati di terima taubatnya oleh Allah. Dan akhir kisah ini kita semua sudah mengetahuinya.

Coba bayangkan saudaraku, seandainya orang alim yang ada di kisah itu juga seseorang yang berpandangan negatif, mungkin jumlah orang yang di bunuh akan bertambah 2 lagi, si alim, dan si pembunuh membunuh dirinya sendiri karena menyesali perbuatannya, dan tidak berkeinginan hidup lagi. Dari situ kita bisa mempelajari makna yang sangat dalam, bahwa betapa besarnya pengaruh cara pandang seseorang bagi dirinya (secara khusus) dan bagi orang lain (secara umum).

 

Yang menarik adalah, saya agak lupa ini kisahnya siapa, kalau nggak salah ingat Buya Hamka. Satu waktu ada orang yang datang ke beliau, pulang dari Mekkah. ‘buya, saya dari Mekkah, di sana ternyata ada pelacur juga kok..!’ begitu pernyataan yang di sampaikan orang tadi. Lalu Buya menjawab, ‘ah masa..? saya ke Los Angeles* nggak ketemu tuh..’. (*agak lupa, LA atau Vegas)

Sekilas, jawaban dari Buya seperti tidak bermakna. Coba kita telisik beberapa kilas. Kata yang baru pulang dari Mekkah, ‘di Mekkah ada pelacur juga’, kata Buya ‘ke LA nggak ketemu tuh..’. sebenarnya, jawaban Buya ini menyindir si pemberi pernyataan. Menyindir bagaimana..? kok ya bisa ke Mekkah ‘nemu’ pelacur..? pertanyaan besarnya adalah, jangan-jangan dia ke Mekkah itu sambil ‘nyari’ pelacur. Sindiran ini terlihat dari jawaban Buya, ‘saya ke LA, nggak ketemu tuh..’. Kalau kita bandingkan, Mekkah dengan LA, tentu jauh lebih mulia Mekkah, karena Mekkah tempat yang diberkahi Allah.

Hikmahnya, ketika kita hanya mencari-cari kesalahan saja, pasti kita akan dapatkan meskipun kita mencari kesalahan itu di tempat atau pribadi seseorang semulia apapun. Kenapa..? karena yang kita cari adalah kesalahannya. Itulah cara pandang negatif yang membutakan apapun kebaikan dari yang di cari kesalahannya. Sebaliknya, ketika kita memang tidak mencari kesalahan, seburuk apapun tempat atau pribadi seseorang, kita tidak akan menemukan kesalahan. Sepakat..?

Begitulah hal ini bekerja. Menarik memang. Kita akan mengetahui bagaimana seseorang bersudut pandang dari cara mereka bergaul, berbicara, berpendapat an menilai orang lain.

Hal ini akan banyak kita jumpai jika kita memperhatikan kritikan atau tanggapan atas suatu buku. Ya. Ketika ada seseorang yang membaca buku hanya bertujuan atau berniat mencari kesalahan, tentu akan ia dapati kesalahan dari buku tersebut. Entah seberapa ikhlas dan tingginya ilmu penulis buku yang ia baca, tanggapan yang keluar akan, ‘tidak ada kebenaran dalam buku ini.. bla bla bla..’.  sekali lagi, sebetapapun mulianya seseorang, jika kita mencari kesalahan, tentu kita akan dapati, karena ia hanyalah manusia biasa.

Sebaliknya, ketika ada seseorang yang membaca buku bertujuan menuntut ilmu ikhlas karena Allah, tentu ia akan dapati ilmu yang memang Allah telah janjikan. Sekalipun buku yang ia baca terdapat pendapat yang salah, tentunya orang yang berniat menuntut ilmu dapat memahami, ‘oh maklum, manusia juga, jadi pendapatnya bisa aja salah..’. atau bahkan, ketika ada kesalahan pendapat dalam buku yang ia baca, ia tetap mendapat ilmu. Loh? Kok bisa?. Ia akan mendapatkan ilmu, ‘pendapat ini kok aneh ya..’, sehingga ia mencari pendapat lain yang lebih baik dan benar, dan mampu menyimpulkan bahwa pendapat di buku yang ia baca adalah salah. hati nurani yang bersih, ikhlas menuntut ilmu karena Allah tentu akan Allah jaga bukan..?

Maka, mari kita sama-sama berusaha menjadi seseorang yang berpandangan positif. Tidak mencari-cari kesalahan saja, tetapi memandang sekecil apapun kebaikan. Ketika yang kita temukan hanyalah kesalahan, bukankah menyalakan satu lilin lebih baik daripada mengutuk besarnya kegelapan..? wallahualam…

—————————————————————————————————————————————

Be positive..!

Salam Hangat Persaudaraan

Depok, 1 Februari 2011

 

3 thoughts on “Positif vs Negatif

Leave a reply to zahra Cancel reply