BOYCOTT

Selama hidup, setidaknya kita pernah mendengar atau membaca berita tentang sekelompok orang yang melakukan gerakan boycott atau boikot. Secara definisi kata, yang diambil dari Cambridge Dictionary, boycott adalah “to refuse to buy  a product or take part in an activity as a way of expressing strong disapproval”. Yang mana jika kita transliterasikan ke dalam bahasa Indonesia, berarti “menolak membeli produk atau mengikuti suatu aktivitas sebagai bentuk penolakan yang kuat”.

Gerakan boikot, seringnya digunakan sebagai bentuk penolakan terhadap suatu perbuatan atau pelaku dari sebuah kejadian. Kita, di Indonesia, tentu sering mendengar seruan boikot produk dari negara tertentu karena kejadian besar, seperti genosida misalnya. Selain itu, gerakan boikot juga dapat digunakan sebagai bentuk peneguran kepada orang yang memiliki kuasa untuk membuat kebijakan, atas suatu kebijakan yang dianggap keliru atau tidak tepat guna. Dalam yang kedua, serikat pekerja lah yang biasanya kita dengar melakukan aksi boikot dengan cara mogok atau yang lain sebagainya. Di Indonesia gerakan boikot juga masuk ke dalam kancah politik, dengan munculnya gerakan golput dari sebagian masyarakat kita.

Jika kita menelusuri, ternyata gerakan boikot di Indonesia tidak serta merta datang dari dunia modern. Aktivitas tertentu yang memiliki maksud menolak sesuatu sudah dikenal dalam sebuah tradisi di Yogyakarta, yaitu tradisi Tapa Pepe. Tapa Pepe merupakan bentuk aktivitas berkumpul dan berjemur di tengah alun-alun keraton dengan tujuan mendapatkan perhatian dari Raja. Sampai hari ini, tradisi ini masih ada dan masih dilakukan oleh masyarakat asli Yogyakarta, meskipun mungkin tidak terlalu sering.

Apakah cara-cara seperti ini adalah cara terbaik? Tidak selalu. Sebab, bergantung pada tujuan dari gerakan itu sendiri.

Memboikot produk dari suatu perusahaan karena perusahaan tersebut melakukan sesuatu misalnya, termasuk cara yang efektif untuk menegur pemilik perusahaan agar mau mendengar pendapat masyarakat. Tahun 2014, sebuah negara dikabarkan mengalami kerugian 8 miliar dollar AS akibat boikot internasional setelah melakukan kejahatan. Bukan diboikot oleh negara lain, tetapi diboikot oleh penduduk negara lain. Efektif memberikan kerugian dan teguran, namun belum tentu gerakan ini berhasil menghentikan kejahatan yang dilakukan. Bagaimana supaya semakin efektif? Boikot terus.

Menggerakkan massa untuk memboikot suatu manajemen, atau mogok kerja dengan alasan ingin menegur manajemen atas kebijakan yang dianggap tidak baik? Efektif memberikan teguran. Namun, jika kita adalah pekerja, patut diperhitungkan pula kerugian yang akan timbul. Maka, gerakan menegur dengan boikot perlu diatur sedemikian rupa sehingga rapi, teratur, keras menohok, tetapi aktivitas bisnis tetap berjalan.

Sedangkan memboikot pemilu dengan alasan begini dan begitu? Menurut hemat saya, gerakan boikot dalam hal ini tidak efektif. Sebab, sistem pemilu kita tidak mensyaratkan berapa jumlah pemilih agar hasil pemilu sah. Sehingga, seberapa banyak pun yang memboikot, akan tetap ada hasil pemilu, dan akan sangat mungkin dimenangkan oleh pihak-pihak yang tidak sejujurnya mencintai bangsa ini.

Boikot, sebagai sebuah gerakan memang efektif. Tetapi tidak pada semua lini gerakan ini dapat mencapai tujuan yang dimaksud.

-Yanuar Pahlevi-

Engkau Lah Hulu, Diri Mu Lah Muara

Engkau lah hulu, diri mu lah muara
Sedang aku hanya riak tak berdaya
yang terhempas bebatuan
yang kembali pada kegersangan

aku, yang berdiri dalam gersangnya sepi

engkau lah hulu, diri mu lah muara
sedang aku hanya riak tak berdaya
yang hampir mati
seketika hidup lagi

karena kasih mu, karena cinta mu

engkau lah hulu, diri mu lah muara
sedang aku hanya riak tak berdaya

aku, yang hanyut disyahdunya cinta mu…


21 Juni 2017

Selamat ulang tahun, Sayang. 🙂

Sepi

Nelangsa

Berduka

Sepi

Langsung menghujam duka

Purnama

Gemintang

Segera menusuk kehampaan

Berubah menjadi kesepian

Ah, persetan

Banyak orang lalu lalang

Mobil motor berlaluan

Bumi tetap begini sempit!

Menyesak dada hingga sakit!

Sepi

Berduka

Terus menghujam jiwa

Cerita Tentang Kita

IMG_20170605_085918

2011 sebelum pertengahan, siapa dia?

Adalah tahun dimana kita pertama kali bertemu. Yang terekam di dalam kepala adalah, ada sesosok perempuan yang tidak ku kenal di dalam ruang itu. Mengenakan jilbab kaus berwarna hitam dan jaket kelonggaran, heran, kok ada orang betah mengenakan jaket yang jauh lebih besar dari ukuran tubuhnya. Dan dia Sedang sibuk mengurusi sesuatu di laptopnya. Aku pun memilih tak peduli. Sebab tujuan ku ke ruang itu adalah sesuatu yang lain, sesuatu yang lebih besar dari urusan asmara. Hanya datang, menyelesaikan urusan, kemudian pergi.

2011 agak tengah, oh, sekarang aku tahu nama mu.

Bukan niat mencari tahu sebenarnya. Tetapi memang pekerjaan di kepanitiaan perhelatan cukup besar lah yang menskenariokan aku dan kamu duduk bersama dalam satu forum. Memang, kalau aku adalah pion-pion yang terjun untuk bertempur, diri mu adalah yang menyusun rencana ini dan itu. Lagi, tidak ada apa yang istimewa. Sebab, kita bertemu hanya karena skenario pekerjaan kan? Satu yang aku tahu selain nama mu setelah hari itu, ternyata ada perempuan yang cerewetnya bukan main di dunia ini. Continue reading “Cerita Tentang Kita”

Jurnal Ayah #4 : Sesak Nafas Kak Isykar

ppSetelah anak kami lahir, proses selanjutnya adalah memilih dokter anak. Tanggal 5 Maret setelah shalat Subuh, saya dipanggil suster untuk mendiskusikan soal dokter anak ini. Karena saya benar-benar tidak punya referensi, pertimbangan saya cuma, siapa yang ada pagi ini di RS. Akhirnya saya pilih dokter Diki. Setelah itu anak saya dipindah ke kamar bayi bersama bayi-bayi lain, ditimbang, diukur, dihitung jarinya, dan lain-lain. Saya ingat betul pagi itu anak saya normal.

Setelah saya kembali ke ruang bersalin untuk menemani istri, sekitar jam 6 pagi saya dipanggil lagi ke kamar bayi, saya dikasih tahu kalau Isykar nafasnya sangat cepat seperti sedang sesak, karena itu diberikan bantuan selang oksigen supaya dia nyaman. Waktu pertama dengar ini saya merinding. Selang beberapa puluh menit, saya dipanggil lagi dan diberi info bahwa Isykar tidak membaik nafasnya, sambil si suster memberi tahu soal angka-angka di alat yang ada di dekat Isykar. Perasaan saya masih kacau. Belum tidur, belum makan, habis lihat istri melahirkan, anak saya sesak nafas. Yang saya ingat, satu tarikan nafas Isykar hanya mampu menarik oksigen separuh dari bayi normal. Maka Isykar butuh menarik nafas lebih cepat supaya kebutuhan oksigennya terpenuhi kalau nggak dibantu pakai selang oksigen. Setelah itu saya diberitahu bahwa nanti dokter anaknya akan menjelaskan keadaannya. Kemudian saya kembali lagi ke ruang bersalin, beres-beres karena istri saya akan dipindah ke ruang rawat inap.

Saya lupa, sekitar jam 7, 8 atau 9, saya baru dipanggil lagi ke kamar bayi, yang jelas shift susternya sudah ganti. Sebelumnya, hampir setiap 20 – 30 menit saya nengok Isykar, sambil doa terus mudah-mudahan Isykar sehat. Pertama kali dipanggil, dokternya bukan dokter Diki, tapi dokter perempuan berambut panjang dan pakai masker yang saya nggak ingat siapa namanya. Beliau menjelaskan beberapa kemungkinan-kemungkinan penyebab bayi sesak. Ohiya, sebelumnya saya sempat ngomong soal tahnik pakai kurma di dekat suster, susternya langsung bereaksi, “harusnya nggak boleh Pak, kan bayi belum boleh makan apa-apa selain ASI” (kata Kakak saya, saya mentahnik ini kemudian jadi omongan diantara suster-suster, wallahualam benar apa enggak). Saya dikasih penjelasan bahwa ada beberapa hal penyebab sesak nafas pada bayi baru lahir, diantaranya yang saya ingat : Continue reading “Jurnal Ayah #4 : Sesak Nafas Kak Isykar”